Pengelolaan Sampah di Desa Timpag: Inovasi Menuju Desa Mandiri dan BerkelanjutanPengelolaan Sampah di Desa Timpag: Inovasi Menuju Desa Mandiri dan Berkelanjutan
Di tengah maraknya isu lingkungan, Desa Timpag di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, punya cara unik dalam mengelola sampah. Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Sebelas Maret 2025, masyarakat bersama mahasiswa berhasil menghadirkan empat inovasi pengelolaan sampah yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga bernilai ekonomi. Kepala Desa Timpag, I Nyoman Ardika menyampaikan, “Kehadiran mahasiswa KKN UNS membawa semangat baru bagi warga kami. Pengelolaan sampah kini tidak lagi jadi masalah, melainkan jadi sumber manfaat.” Berikut empat inovasi keren yang lahir di Desa Timpag.
1. Minyak Jelantah Disulap Jadi Lilin Aromaterapi
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah sering dianggap sebagai limbah yang tidak berguna. Padahal, jika dibuang sembarangan, minyak ini bisa mencemari tanah dan air, bahkan membahayakan kesehatan jika digunakan kembali untuk memasak. Melihat masalah tersebut, warga Desa Timpag bersama mahasiswa KKN UNS menghadirkan inovasi unik: mengubah minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi. Proses pembuatannya cukup sederhana dan ramah lingkungan. Minyak jelantah terlebih dahulu disaring agar bersih dari sisa makanan, kemudian dicampur dengan bahan tambahan seperti lilin parafin atau stearin, serta esensial oil untuk menghasilkan aroma wangi. Setelah itu, campuran tersebut dicetak menjadi lilin yang siap digunakan. Hasilnya bukan hanya sekadar sumber cahaya alternatif, tetapi juga bisa digunakan sebagai lilin aromaterapi yang menenangkan. Menariknya lagi, produk ini memiliki nilai jual sehingga membuka peluang usaha baru bagi masyarakat desa. Dengan begitu, masalah limbah dapat diubah menjadi produk bernilai ekonomi sekaligus mendukung gaya hidup ramah lingkungan. Program ini menunjukkan bahwa satu tetes minyak bekas pun bisa berubah jadi berkah, asalkan dikelola dengan kreativitas dan kesadaran lingkungan.
2. Ecoenzyme: Dari Limbah Dapur Jadi Solusi Ramah Lingkungan
Di Desa Timpag, limbah dapur yang biasanya hanya menumpuk kini punya peran baru. Melalui program Ecoenzyme Action, masyarakat diajak mengolah sisa sayuran, buah, dan limbah organik lainnya menjadi ecoenzyme. Ecoenzyme ini dihasilkan lewat proses fermentasi sederhana dengan memanfaatkan bahan alami seperti gula, air, dan limbah organik. Untuk proses pembuatannya sendiri sangat mudah tinggal mencampurkan semua bahan dengan perbandingan air : sisa samapah dapur : gula jawa (10:3:1). Hasil akhirnya berupa cairan serbaguna yang bisa digunakan sebagai:
- Pupuk cair organik untuk menyuburkan tanaman.
- Pembersih alami yang aman dan ramah lingkungan.
- Pengendali hama tanpa bahan kimia berbahaya.
Program ini mendapat sambutan positif dari warga. Banyak yang antusias mencoba sendiri di rumah karena prosesnya mudah, murah, dan hasilnya nyata. Dengan adanya ecoenzyme, Desa Timpag tidak hanya berhasil mengurangi sampah organik, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada produk kimia.
3. Sampah Organik Jadi Biokompos
Sampah organik seperti sisa makanan, daun kering, atau limbah dapur sering kali dianggap tak berguna. Namun, di Desa Timpag, sampah organik justru disulap menjadi pupuk kompos padat dan cair yang bermanfaat bagi pertanian warga. Melalui program pelatihan bersama mahasiswa KKN, masyarakat diajarkan cara sederhana membuat kompos menggunakan bahan-bahan yang mudah ditemukan di sekitar rumah. Prosesnya dimulai dari pemilahan sampah organik, kemudian difermentasi hingga menghasilkan kompos yang siap pakai. Hasilnya warga kini bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang mahal sekaligus menjaga kesuburan tanah dengan pupuk alami. Para petani setempat pun merasakan langsung manfaatnya tanaman menjadi lebih sehat, tanah lebih gembur, dan hasil panen meningkat. Lebih dari sekadar solusi pengelolaan sampah, program ini membuka peluang ekonomi baru karena pupuk kompos dapat dijual kembali. Desa Timpag pun perlahan berubah menjadi desa hijau yang mandiri dan berkelanjutan.
4. Inovasi Teba Modern: Kelola Sampah Organik dengan Sentuhan Tradisi dan Inovasi
Pengelolaan sampah organik tidak berhenti pada pembuatan ecoenzyme dan biokompos saja. Kedua inovasi ini memang sangat bermanfaat: ecoenzyme bisa dijadikan pupuk cair, pembersih alami, sekaligus pengendali hama, sedangkan biokompos menghasilkan pupuk padat dan cair untuk memperbaiki kesuburan tanah. Namun, masyarakat juga diajak melangkah lebih jauh melalui program Inovasi Teba Modern. Berangkat dari kearifan lokal Bali, teba yang dulunya hanya sekadar pekarangan kini dimodernisasi menjadi ruang edukasi dan praktik pengelolaan sampah. Warga dilatih untuk memilah, mengolah, dan memanfaatkan limbah organik dengan bantuan komposter sederhana di rumah masing-masing. Dengan adanya Teba Modern, warga tidak hanya bisa menghasilkan pupuk organik, tetapi juga menumbuhkan budaya baru: menjadikan pekarangan rumah sebagai pusat pengelolaan sampah yang mandiri dan berkelanjutan.